Saturday, June 30, 2007

From Rome to Perugia

June 28, 2007

IN ROMA TERMINI, THERE WAS A CHANGING GATE.

Today, I leave the eternal city meaning “Rome” for two months and must go to Perugia for taking course of Italian language. I and my partner, franciscan too, depart from Termini, central station of train in Rome. I don’t know what destiny stand in front of us. What has happened in Termini was like what has happened in Kuala Lumpur’s airport. If in Kuala lumpur there was suddenly changing gate, in Termini there was changing line of train. The schedule said that Train to Perugia, depart on 12.14 in fourth line. But, when we waited in the fourth line, we don’t see anything. No train was in the fourth line. Afterwards, I look for central information to ask about this change. The staff of station said that train to Perugia was on the sixth line. Bullsyeet…Fortunately, we know this change before 12.14. Do you can imagine if we loss the train? Surely, we will be sorry to Guardian of the Convento Monteripido because he must wait us.

ALONG THE JOURNEY TO PERUGIA

You should know that it was a first journey with train in Italia. I don’t know the distance between Roma and Perugia. Perhaps, if it is compared with some city in Indonesia, it is same with distance between Jakarta and Bandung, because the time of this journey about 3 hours. Train in Italy is different with in Indonesia. Though I take seat of economy class, I feel that I take a Taksaka. Hehehe. Anyway, do you know how much I must pay for this? 10 Euro = Rp. 120.000 rupiah. You think, it’s very expensive. But in Italy, it’s a normal rate. OK. I will continue my story. Along the journey to Perugia, I saw the antique cities, espesialy Assisi. Some years ago, I only see Assisi in photograph or picture. But at that time, I see Assisi with my eyes. It’s amazing city. Standing in hill, Assisi can be seen by everyone who pass beside it, both in train or bus. After passing Assisi, we arrived in Perugia.

DI STASIUN PERUGIA

(Sekarang, memakai bahasa Indonesia saja deh, biar variasi gitu loh).
Sesampai di stasiun Perugia, sebenarnya kami mau telpon ke biara Monteripido, di mana kami akan menginap. Tetapi, thanks goodness (meno male). Begitu, kami mau keluar stasiun, di situ ada seorang laki-laki yang cukup tua (60-an) memegang kertas bertuliskan Monteripido. Eh…ternyata dia adalah pater Rino yang sengaja menjemput kami. Dalam hati, aku memuji pater ini. Sudah lumayan tua, masih sempat-sempatnya menjemput kami yang masih muda-muda ini. Kami bersalaman dan saling memperkenalkan diri, tentu saja dalam bahasa Italia. Ingat ya, bahasa Italia kami masih patah-patah, seperti goyang patah-patah. Tapi, goyang patah-patah enak dilihat. Sedangkan, bahasa Italia kami yang patah-patah jelas tidak enak didengar. Hahaha.
Akhirnya, kami tidak jadi telpon yang tentunya harus pakai bahasa Italia. Huhuhu…sedihnya tidak bisa berbahasa Italia (untuk sementara waktu loh). Kami naik mobil. Tentunya, Pater ini yang nyetir. Meskipun sudah tua, kayaknya tidak kalah deh dengan Hamilton (F1). Jarak dari stasiun sampai biara Monteripido tidak terlalu jauh. Jika naik mobil, waktu yang harus ditempuh adalah 10 menit. Kalau jalan kaki mungkin 40 menit. Soalnya, biara Monteripido ini terletak di luar tembok kota dan di atas bukit. Mmm…Perugia itu adalah kota yang sudah lama dibangun. Yah untuk tidak menyembut kuno. Nah, kota kuno kan biasanya punya tembok tebal sebagai pertahanan kota. Perugia pun punya tembok tebal dan menara tinggi. Begitu sampai di biara, kami pun langsung dibawa ke ruang makan. Sekali lagi syukur kepada Allah. Akhirnya mendapat makanan juga. Hehehe. Soalnya sejak pagi belum makan karena kami berangkat pukul 12.14, sementara sebelum jam itu di Collegio Antonianum Roma, belum ada makanan). Sekali lagi, terima kasih Pater Rino.

CONVENTO MONTERIPIDO

Awalnya, aku tidak tahu bagaimana bentuk Convento (Biara) Monteripido itu. Yang aku tahu bahwa sewaktu berada di Perugia, aku akan tinggal di biara Monteripido. TERNYATA, Biara Monteripido itu RUARRRR BIASAAAAA. Dari luar sih, tampak seperti bangunan kuno. Batu batanya dibiarkan kelihatan agar terasa keantikannya. Sepertinya pemerintah Italia sengaja memperhatikan keantikan suatu bangunan. Tetapi Bo, di dalam biara itu, semua prasarana sangat modern. Ada lift yang bisa dipakai setiap waktu. Pakai internet bisa suka-suka karena setiap kamar diberi akses untuk membuka internet. Sampai mata keluar karena kecapaian browsing juga nggak masalah kok. Lalu, cuci piring, gelas, garpu, dan sendok saja, pakai mesin. Di kamarku ada kamar mandinya sendiri. Mau pilih air hangat atau air dingin, bisa diatur. Pokoknya fasilitas serba modern. (bisa lihat fotonya di samping blog ini kok).
Begitu aku sampai, aku diperkenalkan kepada Pater Gardian, Padre Renato. Orangnya baik banget. Lebih pendek dariku, tetapi lebih tua dari aku. Cocok untuk disebut kakek Renato. Begitu sampai, tanpa menyadari kecapaian kami, langsung kami diberitahu seluk beluk biara ini. Kamar-kamar, lorong-lorong, dan penggunaan kunci. Pokoknya lengkap. Anyway, lorongnya banyak sekali loh. Sampai-sampai aku pernah tersesat. Oh…ya, sebagian kamar dari biara ini disewakan untuk kos mahasiswa loh. Yah daripada nggak dipakai, alias dibiarkan kosong gitu loh. Soalnya, biara besar kayak gini, yang menghuni Cuma tujuh Fransiskan. Padahal kamarnya banyak loh. Sekitar 30-an. Enam abad yang lalu sih penghuninya banyak. Tetapi, zaman sekarang, ketika panggilan di Eropa merosot, so kamarnya jadi kosong.
O…ya, Biara ini dulu pernah di huni Beato Egidius loh. Ada peninggalannya di sini. Maksudnya relikui. Tadi aku jalan-jalan di sel (kamarnya) Beato Egidius dulu. Kecil banget. Sebetulnya ada banyak yang bisa diceritakan tentang biara ini. Namun, kata-kata tidak akan pernah cukup untuk menceritakan ke-dashyat-an biara ini. OK. Lebih baik aku tunjukkan fotonya deh. Lihat disamping blog ya.


Tuesday, June 26, 2007

Di Kuria Generalat

25 Juni 2007

Tak terasa sudah seminggu, aku berada di Kota Abadi – Roma. Maksud kota abadi tu ya, kota kuno. Warna tembok dan dinding rumah Cuma kuning, coklat, dan krem. Jadi kesannya kota kuno. Tetapi, yang tidak kuno adalah desain interior setiap rumah. Modern banget deh. Lengkap dengan berbagai macam peralatan modern. Loh kok malah membahas kota Roma yang kuno di luar tapi modern di dalam sih. Padahal ini bukan maksud awal tulisan di blog pada hari ini.
OK, lebih baik aku bercerita tentang pengalamanku pada hari ini saja deh. Rencana hari ini adalah mengambil uang di Kuria Generalat. Uang ini dimaksudkan untuk biaya kursus bahasa Italia dan living cost di Convento Monteripido di Perugia. Besarnya nggak tanggung-tanggung loh. 4500 Euro bo. Kalau dirupiahkan hampir 50 juta. Alamak…aku baru sadar ternyata mata uang rupiah itu benar-benar nggak ada harganya deh.
Awalnya, kami berdua tidak tahu jalan menuju ke Kuria Generalat OFM. Maklumlah, kami ini kan orang baru di Roma. Seminggu kayaknya belum cukup deh untuk mengenal secara mendalam kota Roma. Naik metro (kereta bawah tanah), bus dan trem saja kami masih kebingungan. Busnya terlalu banyak dan nomornya bisa mencapi ratusan. Dari nomor 01 – 590. Gila nggak.
Untunglah, kami dibantu oleh seorang Fransiskan dari Peru. Sudah cukup tua juga, tetapi baik sekali. Dia merelakan waktunya untuk membantu kami dengan menemani kami ke Kuria Generalat. Dia meminta kami untuk memakai jubah Fransiskan. Katanya, lebih baik memakai jubah Fransiskan ketika berkunjung ke Kuria Generalat. Kami menurut saja kata dia. Maklumlah, kami kan orang baru. Jadi, mengikuti petunjuk orang yang lebih berpengalaman, tampaknya sikap yang bijaksana.
Nah, inilah pertama kali aku naik angkutan umum memakai jubah. Dengan jubah Fransiskan, aku masuk ke dalam bus. Lalu, terpaksa berdiri karena tempat duduk sudah terisi semua. Mirip dengan bus transjakarta di Indonesia. Bedanya, sepadat-padatnya di sini, tidak sepadat di bus transjarkata. Kesamaannya, di dalam bus ini juga ada yang namanya copet. Tetapi, copet di sini kayaknya kalah ahli dengan copet yang ada di Indonesia.
Rupanya, keluyuran di kota Roma dengan memakai jubah (entah Fransiskan atau para pastor dioses / praja) tampaknya merupakan pemandangan biasa. Orang-orangnya juga cuek semua. Jadi, memakai jubah ataupun telanjang, tidak ada pengaruhnya baik orang-orang Roma (Eropa) yang cenderung individual. Tetapi, kalau disuruh melihat orang pakai jubah atau orang telanjang, pastilah mereka memilih melihat orang telanjang. Soalnya, lebihm hot. Hehehe.
Nah, setelah kurang lebih setengah jam berada di bus, kami turun dan berjalan kaki menuju Kuria Generalat. Aku pikir yang namanya Kuria Generalat OFM, Ordo Fakir Miskin ini, gedungnya biasa-biasa saja seperti di rumah provinsialat di Jakarta. Eh…ternyata gedungnya besar sekali bo. Berdiri di atas sebuah bukit di kota Roma. Dari sini, orang bisa memandang Basilika St.Petrus dengan jelas. Jika kupikir-pikir, sepertinya ini bukan rumah Fransiskan deh. Kalau Santo Fransiskus masih hidup, sepertinya dia akan marah-marah karena saudara-saudaranya membangun gedung yang mewah dan besar. Tapi, nggak apa-apa. Zaman berubah dan kita pun perlu menyesuaikan bukan? Asalkan tidak terseret oleh arus zaman yang tidak benar.
Setelah masuk, kami dipersilakan duduk sambil menunggu ekonom datang. Kami diminta untuk mengambil minum sendiri. Dan di situ, alat untuk membuat minuman canggih banget. Tinggal pencet minta apa, keluar sendiri. Minta cappucino, tinggal pencet tombol cappucino, maka cappucinonya keluar. Minta juice jeruk , tinggal pencet tombol juice jeruk, maka juice jeruknya keluar. Cuma kalau minta rujak, tidak bisa karena tidak ada tombol rujak. Padahal, itu yang aku suka.
Awalnya, kami sudah pesimis untuk memperoleh uang. Prosedurnya macam-macam. Dan kendala bahasa ini yang merepotkan. Sekali lagi, yang bisa bahasa Inggris tidak banyak. Untunglah, ekonom-nya bisa berbahasa Inggris sehingga kami bisa memperoleh uang. Syukur kepada Allah bahwa uangnya telah kami peroleh. Kalau tidak memperoleh, celaka tujuh belas deh. Program selama dua bulan ini bakalan kacau deh.
Setelah itu, kami berdiri di koridor Kuria Generalat. Tak disangka-sangka kami bertemu dengan Minister General, Fr. Jose Rodrigues Carbahlo, OFM. Mimpi apa gw semalam ya? Dia itu ibarat Paus-nya para Fransiskan. Kami berjabat tangan dan ngomong-ngomong sebentar. Yah, hitung-hitung setor muka deh. Baru kemudian kami diajak jalan-jalan di Kuria Generalat dan diperlihatkan berbagai macam hal oleh Fransiskan yang bekerja di situ bernama Pedro. Orangnya baik dan perhatian sekali. Dia orang Mexico, yang mengurus penginjilan dan misi seluruh Tarekat. Para Fransiskan di Indonesia mungkin heran kepada kami bahwa belum genap dua minggu di Roma, kami sudah mendapat berbagai macam pengalaman yang mungkin bagi mereka baru bisa mimpi. Hehehe. Tapi tidak apalah, semua itu kan Cuma giliran. Ntar ada waktunya juga para Fransiskan lain di Indonesia mendapat kesempatan.
Setelah lama berjalan-jalan di Kuria Generalat, akhirnya kami pulang dengan badan yang setengah mati capeknya.
Satu pelajaran penting yang kutemukan hari ini adalah GUNAKANLAH KESEMPATAN YANG ADA SEBAIK-BAIKNYA. JANGAN PERNAH MENOLAK KESEMPATAN. KESEMPATAN ITU DATANGNYA SEKALI. KALAU KITA MAU MEMANFAATKAN KESEMPATAN, HASILNYA AKAN LUAR BIASA. KALAU TIDAK, AKAN RUGI SENDIRI. SEBENARNYA, HIDUP ITU KAN CUMA MENUNGGU KESEMPATAN. JELI-JELILAH MELIHAT KESEMPATAN YANG ADA. SEKALI LAGI, KESEMPATAN ITU DATANGNYA CUMA SEKALI.

Friday, June 22, 2007

Incredible event

INCREDIBLE
Roma, 22 Juni 2007

Peristiwa yang akan aku ceritakan dalam blog ini, tidak akan pernah aku lupakan sepanjang hidupku. Mungkin bagi orang lain, peristiwa ini adalah peristiwa yang sangat sederhana. Akan tetapi, bagiku orang Indonesia dari kampung yang bernama Muntilan, peristiwa ini adalah saat yang incredible. Apa sih peristiwanya? Aku diminta untuk menjadi lektor. (Stefi yang mungkin sedang membaca blog ini akan terus nyelutuk…”Yah, sama dengan gw dong”). Tetapi, ini bukan lektor sembarang lektor. Aku menjadi lektor untuk bacaan pertama di depan para kardinal OFM, para uskup OFM, dan para petinggi OFM di Kuria Roma. Dan gereja bukan gereja kelas menengah, tetapi gereja kelas atas yaitu Basilika San Giovani, Lateran. Basilika ini adalah pusat gereja Katolik sedunia sebelum didirikan Basilika San Pieter di Vatikan. Dalam gereja besar, di depan para petinggi gereja, di depan para turis yang kebetulan mampir di Basilika ini, aku menjadi lektor. Ah…mimpi apa aku semalam ya. Dan lagi, aku kan di sini belum genap satu minggu.
Ngomong-ngomong, aku ditunjuk menjadi lektor itu sebetulnya alasannya sangat sederhana. Kebetulan, bacaan pertamanya itu menggunakan bahasa Inggris. Nah, di seluruh collegio Antonianum ini tidak ada yang dapat berbahasa Inggris dengan baik selain aku. Walaupun sebetulnya, bahasa Inggrisku juga tidak seberapa baik dibandingkan orang-orang di Indonesia. Hehehe. Nah, sebelum misa pagi, ada fransiskan dari Peru yang meminta saya untuk membaca bacaan pertama. Pertama kali aku mendapat tawaran itu, aku agak bimbang. Diterima atau tidak ya. Soalnya aku tidak punya pengalaman membaca di depan para petinggi gereja. Setelah dipikir-pikir cukup lama, akhirnya aku menyanggupinya. Yah…hitung-hitung membuat sejarah dalam hidupku, pernah menjadi lektor di Basilika San Giovani di Laterano.
Jam 09.00 kami berangkat ke Basilika dengan memakai jubah Fransiskan. Dengan berjalan kaki di trotoar yang kotornya sama dengan di Indonesia, aku bergerak ke basilika. Kami mempersiapkan diri selama 2 jam. Misa baru dimulai pukul 11.00. Sebenarnya, bacaan yang akan aku baca itu Cuma tiga paragraf saja. Tetapi, aku melatihnya beberapa kali. Padahal, ketika masih di paroki Paskalis, sering kali aku berkata pada para lektris “Udah deh…nggak perlu dibaca berulang kali sebelum tampil. PD aja lagi.” Sekarang giliran aku yang terkena perkataanku sendiri. Aku betul-betul takut salah.
Tepat jam 11.00, misa kudus dimulai. Nah, pada saat itu pula aku melihat tiga uskup dari Indonesia yang ikut serta. Mgr. Leo Laba Ladjar, Mgr. Michael Angkur, Mgr. Aloysius Murwito. Nah, saat yang menegangkan itu tiba. Ketika aku mulai membaca, aku melihat seluruh uskup dan para umat melihatku. Iihhhh…ngeri deh. Aku mencoba tenang, dan membaca dengan mantap. Akhirnya, kata “That Word of the Lord” terucap dari mulutku. Selesailah sudah bacaan pertama. Aku lega banget. Aku bahagia sekali bisa membaca Kitab Suci di Basilika San Giovani di Laterano.
Setelah selesai Misa, kami ngobrol-ngobrol sebentar dengan ketiga uskup dari Indonesia ini. Mungkin, tidak ada lagi peristiwa ini selanjutnya dalam hidupku. Ada satu hal aku pelajari pada hari ini. KETIKA ADA KESEMPATAN UNTUK MENGEMBANGKAN DIRI, MENGUNGKAPKAN DIRI, DAN MEMBUAT SEJARAH DALAM KEHIDUPAN DIRI SENDIRI, JANGAN PERNAH MENOLAKNYA. JIKA MENOLAK, AKAN RUGI SENDIRI.
O..ya, harap diketahui saja ya. Mungkin tidak mudah bagi orang-orang untuk masuk bagian dalam dn tidak boleh dikunjungi dalam Basilika ini. Nah, saat ini aku bisa masuk sakristi basilika ini. Oh…megah banget. Seandainya, pemerintah Indonesia memberikan izin untuk membangun gereja, dan seandainya aku dipilih oleh KWI untuk memimpin proyek pembuatan Basilika, maka akan aku buat gereja sebesar Basilika ini, yang ornamen-ornamennya disepuh dari emas. MIMPI KALI YE….

Thursday, June 21, 2007

5 hari pertama di kota Abadi Roma

SEMINGGU PERTAMA DI KOTA ROMA



Sukarno-Hatta Airport, 16 Juni 2007 (18.00-19.45 WIB)

Inilah hari terakhir bagiku di Jakarta sebelum aku berangkat ke Roma. Inilah pertama kalinya aku pergi keluar negeri. Memang cukup ribet untuk orang kampung seperti diriku. Harus urus yang inilah, yang itulah. Padahal aku bukanlah tipe orang yang tidak mau repot dengan urusan yang sepele-sepele seperti ini. Padahal kalau dipikir-pikir, semuanya itu penting juga. “Lha wong, mau ke luar negeri kok gak mau terima konsekuensinya”. Akhirnya, setelah urusan boarding pass, check-in, dan fiskal sudah selesai, aku langsung bersiap-siap masuk area boarding.
Aku menyesal sekali, mungkin Agung Setiadi juga, bahwa kami tidak bisa bersalaman atau berpamitan secara langsung dengan pengantar-pengantar kami yang setia – Acoy si porter, Bambang begawan, dan Alex sopir (mereka ini frater dan bruder OFM lho) – menunggu kami di Mc Donald sampai semuanya selesai. Cuma via SMS dan telepon saja kami berpamitan. Sedih juga tidak bertemu lagi untuk beberapa tahun karena kami tidak tahu kapan kami akan kembali. Maksudnya, berapa tahun lagi kami akan kembali, tidak bisa dipastikan.
Selain itu, tidak gampang juga berpisah dengan sahabat-sahabat yang aku sayangi. Siapa mereka? Off the record dong. Soalnya, kan ini diary di blog yang dibaca banyak orang. Takutnya, ntar malah jadi gosip. Apalagi kalau orangnya di tempat jauh, kan gosip malah tampah sip. OK aku beri tahu kodenya : Mereka adalah orang-orang yang aku telpon sewaktu aku sibuk urus ini itu di Bandara, baik yang menjawab maupun yang tidak menjawab. Tidak apa-apa kok, my friends. Berat juga berpisah dengan orang-orang yang berpengaruh dalam diriku, entah langsung atau tidak. Namun, yang namanya hidup, kan harus bersiap-siap untuk bertemu dan berpisah secara fisik. Tetapi, secara batiniah, tidak ada yang namanya perpisahan. Friends kapan-kapan ketemu lagi ya! O ya, keluarga juga sempat aku telpon. Mmm…wakil dari keluarga maksudnya yaitu My beloved mother. Tidak lama juga sih ngomongnya. Takut pulsanya habis. Kan aku harus telpon banyak orang. Setelah puas berbicara dengan banyak sahabat via telpon seluler, akhirnya aku masuk pesawat MH (Malaysia Airlines) 724. Take off.

Bandara Kuala Lumpur (23.00 – 24.00 Waktu Malaysia)

Kami tiba di bandara Malaysia pukul 23.00. Inilah pertama kali kami berada di bandara di negeri asing. Ternyata bandara Kuala Lumpur itu luas sekali. Ternyata, tidak ditemukan sedikit lumpur pun meskipun bandara itu di kuala (kolam) lumpur. Hehehe…just kidding. Yang ada malahan kuala beton dan landasan yang luas sekali. Nah, menurut jadual, waktu transit kami adalah dua jam. Eh, ternyata pesawatnya mendarat terlambat. Aku gak tahu mengapa terlambat. Kan tidak mungkin pecah ban di udara atau listriknya mati? Akibatnya, waktu transit kami semakin berkurang. Cuma tinggal 45 menit. Sialnya lagi, pintu (Gate) yang tertulis di tiket boarding pass ternyata berubah secara mendadak. Kami sudah susah-usah mencari cari Gate G06 – maklum baru pertama kali di Kuala Lumpur – eh.. ternyata Gate-nya di tempat yang kami tidak tahu. Gate untuk penerbangan menuju Roma, berubah dari G06 menjadi C35. Kami tidak tahu sama sekali di mana C 35 itu. Padahal kami sudah mau masuk G06 yang ternyata berubah menjadi Gate untuk penerbangan ke Swiss. Saat itu, waktu tinggal 20 menit. Lalu kami menuju suatu koridor tertutup yang mengarah ke Gate.. 1-37. Eh…ternyata koridor itu bergerak. Wow…ternyata itu tram bandara. Dasar kampungan, pikirku. Jaraknya sekitar 500 meter dari Gate06 ke Gate C35. Cukup jauh juga. Kami tiba di Gate itu 15 menit sebelum penerbangan. Setelah memperlihatkan boarding pass, kami masuk pesawat yang tinggal 5 menit lagi akan berangkat. Ternyata, para penumpang dari Jakarta sudah dipanggil-panggil sejak tadi. Mungkin karena sedikit panik, maka kami tidak mendengar pengumuman itu. Lha gimana nggak panik, lha wong waktu transitnya pendek, pengalamannya minim, dan terjadi perubahan Gate. Yah, untunglah kami datang on time. Betul-betul on time. Begitu masuk, langsung take off. Saya membayangkan jika kami tetap masuk GateG06, mungkin kami sekarang sudah berada di Zurich, Swiss. Lalu dideportasi ke Roma. Hehehe. Untunglah tidak terjadi. Dan ini yang penting bahwa kami berangkat berdua. Jadi bisa berdiskusi ketika terjadi persoalan. Benar juga saran Yesus agar kalau diutus untuk pergi tuh hendaknya berdua-dua.
Perjalanan dari kuala lumpur ke Roma cukup melelahkan. Lelah bukan karena banyak gerak, tetapi duduk selama 12 jam. Badan menjadi kaku semua. Meskipun kami sempat tidur, tetapi kalau tidurnya sambil duduk ternyata nggak berefek menyegarkan, tetapi malahan membuat semakin capek. Peredaran darah jadi gak lancar. O ya, baru kali ini saya merasa malamnya begitu panjang. Masak, malam kok sampai 16 jam. Hehehe. Maklum terbang ke belahan dunia bagian barat.

Bandara Leonardo Da Vinci, Fuimicino. 17 Juni 2007 pukul 07.20 waktu Italia.

Hari ini adalah hari yang tidak pernah akan kulupakan seumur hidup. Mengapa? Untuk pertama kalinya aku menginjak kota Roma. Waktu SD, SMP, Seminari, bahkan waktu masih frater, tidak pernah terbayang akan menginjak kota Roma, yang katanya pusatnya gereja Katolik. Nah, begitu turun aku langsung dicek macam-macam. Aku tidak sempat cium tanah seperti Paus Yohanes Paulus II. Ntar, kalau sudah jadi Paus, aku akan cium tanah deh. Sebelum jadi Paus, cium orang aja deh. Hehehe. Bercanda loh.
Nah, inilah awal saat-saat menggelisahkan diriku selama 4 hari pertama di Roma. Ketika aku menunggu bagasiku. Ternyata bagasiku tidak ada. Sudah dicari ke mana-mana ternyata bagasiku tidak ada. Aku bingung bin cemas bin kecewa bin capek bin dongkol bin marah. Bagaimana tidak, lha wong semua perlengkapan dan banyak hal ada di bagasi itu. Lantas, aku lapor ke bagian pengurusan bagasi. Eh…ternyata bagasi saya masih ketinggalan di Kuala Lumpur. Busyeeeeeet deh. Aku heran setengah mati, gimana bisa ketinggalan. Lha wong bagasiku dan bagasinya Agung dijadikan satu, kok ya bisa-bisanya bagasi yang satu nyampe, yang satu masih berkeliaran di Kuala Lumpur. Aku mengurus bagasi itu sampai satu jam. Sdr. Hermen Pinto OFM yang menunggu kami, bingung-bingung mencari kami. Dia pikir kami memakai penerbangan yang lain. Akhirnya, aku dikasih 60 Euro untuk beli perlengkapan seadanya selama bagasi itu belum ketemu. Maksudnya baju untuk ganti gitu loh. Tetapi, tetap saja hatiku tidak tenang.
Hari pertama masuk Roma diwarnai dengan hati yang tidak tenang, mendongkol, dan kecewa. Tetapi, sekurang-kurangnya sekarang aku bisa merasakan betapa susahnya orang kehilangan bagasi itu. Memang susah bo. Dalam perjalanan ke kota Roma – bandara terletak sekitar 40 km dari kota Roma – aku cemas kalau-kalau bagasi itu tidak kembali, atau malahan kembali ke Jakarta. Uangku yang hanya beberapa ribu Euro (tidak nyombong ya. Ini juga semua pemberian umat kok) pasti tidak cukup untuk beli segala macam barang. Harga-harga di sini melangit bo. Dan lagi, kalau sampai bagasiku hilang, aku kan tidak enak dengan orang-orang yang telah memberikan barang-barang untuk aku bawa ke kota Roma. Termasuk pemberian maminya Stefi, vitamin C yang banyak banget. (Catatan untuk Stefi…Stefi, jangan bilang-bilang sama mamimu ya. Gw jadi malu nih). Oh… sedihnya kehilangan bagasi.

Collegio San Antonio, Roma 17 Juni 2007 pukul 09.00 waktu Italia

Sebelumnya aku tidak bisa membayangkan bagaimana bentuk collegio Internazionale San Antonio itu. Ternyata….besar sekali. Dindingnya tebal-tebal dan bangunan termasuk bangunan kuno. Dari Colloseum yang terkenal itu, jarak asramaku kira-kira 500 m. Nah, setiap hari aku bisa melihat Basilika San Antonio. Soalnya, jendela kamarku berhadapan langsung dengan Basilika San Antonio. Jarak antara kamarku dengan Basilika ini cuma 50 meter. Besar loh Basilikanya. Mirip-mirip dengan Katedral jakarta. Oh ya, ternyata collegio-ku atau Asramaku itu mengelilingi Basilika ini dan tingginya sampai lima lantai. Aku berada di lantai kedua. Aduh senangnya….tiap hari aku memandang menara di Basilika dan Jam di situ. Kebetulan, jamku kan sering macet. Hehehe.
O ya, ternyata aku di sini termasuk orang yang pandai bahasa Inggris. Maklum, orang-orang di collegio ini banyak yang tidak tahu bahasa Inggris. Atau bahasa Inggrisnya sepotong-sepotong dan pronounciation-nya amat tidak jelas. Yang mereka tahu, hanyalah bahasa Italia. Mereka umumnya tahu cuma dua bahasa saja, bahasa ibunya dan bahasa Italia. Itu juga karena mereka bersekolah di Italia Sedangkan aku, dalam sehari mungkin empat bahasa harus aku keluarkan. Bahasa jawa dengan rekan imamku dari jawa itu. Bahasa Indonesia ketika pastor dari TimTim itu datang dan nimbrung ngobrol, lalu Bahasa Inggris ketika para mahasiswa Asia dan Afrika ngobrol bareng, lalu Bahasa Italia yang masih minim banget itu, jika ada orang Italia datang.
Tetapi ngomong-ngomong, waktu itu hatiku masih cemas. Soalnya, bagasinya belum ditemukan.

Basilika San Pietro, 17 Juni 2007, pukul 11.00 waktu Italia.

Walaupun hatiku masih dirundung cemas karena bagasiku masih “menginap” di Kuala Lumpur, dengan berat hati aku mengikuti ajakan rekanku untuk jalan-jalan ke Basilik San Pietro. Dalam keadaan masih kelelahan, aku memaksa diri ke Basilika untuk naik Metro (Kereta Bawah Tanah) dan jalan kaki yang capeknya minta ampun. Panas sekali dan panasnya jelek. Panas tapi tidak bikin keringatan. Akhirnya, kami bertiga sampai di Basilika. Aku dan dua pastor juga bertemu dengan dua suster dari Indonesia. Eh…rupanya mereka mau mengadakan acara perpisahan. Salah satu dari pastor kami akan pergi ke portugal, sementara suster yang lain akan balik ke Indonesia,
Memang, basilika san Pietro sangat megah. Aku terkagum-kagum dan berpikir “Berapa duit yang dibutuhkan untuk membangun bangunan seperti ini?” Pantesan saat itu, gereja hampir bangkrut dan meminta duit umatnya. Tetapi, sekarang pasti pemasukannya juga gede dengan adanya turis yang datang tak kunjung henti.O ya, sambil menahan kantuk dan pusing, aku berputar-putar seputar Basilika. Aku tidak masuk Basilika karena banyak turis yang berebut masuk. Toh, nanti masih banyak waktu untuk masuk ke situ.
O..ya, acara perpisahan pastor dan suster itu berlangsung di restoran cina. Makanannya sih biasa-biasa saja, tetapi harganya itu kalau dihitung dengan kurs rupiah….mahal amat. Maka, tidak usah saya sebutkan. Ngomong-ngomong soal uang Euro, aku jadi ngeri sendiri kalau semua harga aku referensikan ke rupiah. Bayangin aja. Naik metro-bus (seperti transjakarta gitu) dan metro Italia (seperti KRL jurusan Bogor – Jakarta yang kelas AC) harus membayar 1 Euro (12.000 rupiah bo). Padahal transjakarta kan Cuma 3500 rupiah dan KRL paling-paling 8000 rupiah. Biaya hidup di sini mahal banget. So, aku harus pintar-pintar berhemat kalau mau beli buku.
OK…setelah makan di restoran Cina, kami jalan-jalan keliling pusat kota Roma. Kami mengunjungi Basilika Santa Maria Maggiore. Besar banget bo. Dalam perjalanan pulang menuju Collegio San Antonio, aku mampir di toko barang-barang yang harganya termasuk murah. Namanya toko Mas. Aku beli baju, celana, dsb,dsb. Semua ini terpaksa aku buat karena bagasiku ketinggalan di Kuala Lumpur. Busyeetttttttt Malaysia Airlines.
Setelah capek, aku balik ke kamar. O ya, sebelumnya pada saat aku makan, aku diperkenalkan oleh Rektor Collegio bahwa kami adalah mahasiswa baru dari Indonesia yang akan belajar di Roma.
Malamnya, aku tetap tidak bisa tidur dengan tenang karena bagasiku belum kembali. Ternyata, kehilangan barang itu menyebalkan banget, apalagi kehilangan orang. SATU KENANGAN YANG TAK PERNAH KULUPAKAN adalah PERTAMA KALI MENGINJAK KOTA ROMA, AKU SUDAH DI HADAPKAN PADA SUATU PERSOALAN YANG TIDAK RINGAN: BAGASIKU KETINGGALAN DI KUALA LUMPUR DENGAN TIDAK ADA KEPASTIAN KAPAN BAGASIKU ITU AKAN DATANG.

18 Juni 2007

Hari ini aku pergi mengunjungi calon sekolahku. Oleh rektor, kami disuruh untuk meminta surat ke institut tempat aku akan belajar lagi. Aku bayangkan bahwa institute yang akan aku masuki itu sebesar STF Driyarkara. Eh…ternyata tidak. Lebih mirip apartemen gitu lah dan kelihatan dari luar tidak seperti sebuah universitas. Dan memang kebanyakan Universitas di kota Roma, tidak mirip universitas. Tidak seperti di Indonesia yang bangunannya amat megah, meskipun mutunya masih perlu dipertanyakan. Ternyata untuk sampai ke Institute itu dari Collegioku cukup jauh. Jika jalan kaki harus melewati Colloseum dan Piaza Venezia yang terkenal itu. Kalau jalan kaki dibutuhkan waktu sekitar 30 menit. Wah…. seperti Olah Raga aja.
Begitu sampai di sana, aku pergi ke sekretariat Institute itu. Ketika aku minta surat agar bisa mengurus soggiorno (izin tinggal)itu, dia langsung membuatnya pada saat itu juga. Beginilah cara kerja orang Eropa yang aku suka. Cepat selesai.

19 Juni 2007

Tidak ada kegiatan yang dilakukan hari ini kecuali jalan-jalan. Aku bersama rekanku itu mencoba naik metro-bus. Dengan bahasa Italia yang patah-patah, kami mencoba tanya sana sini tentang ini dan itu. Ini soal percaya diri saja. Dan pos pemberhentian kami terakhir dari acara jalan-jalan hari ini adalah Basilik Giovanni Laterano. Gila bo…megah banget. Ini kan pusat Gereja Katolik sebelum dibangun Basilik San Pieter. Kurasa lebih seni ketimbang Basilik San Petrus. Gambar-gambarnya indah banget. Aku hanya melongo saja ketika masuk. Tak ada kata-kata yang bisa diucapkan untuk melukiskan keindahan basilik Lateran ini.

20 Juni 2007

Hari ini adalah hari yang membahagiakan bagiku. Tahu sebabnya nggak? Sebabnya adalah bagasiku yang hilang telah kembali. Seperti anak yang hilang aja ya. Ceritanya begini. Hari ini, Pinto, rekan imamku yang sudah 4 tahun belajar di Roma akan berangkat ke Portugal dan tidak lagi kembali ke Roma. Berhubung ketika kami tiba di Italia, dia yang menjemput, maka adalah kewajiban bagi kami untuk mengantarnya di Bandara. Sebetulnya aku sudah merasa putus asa dan pasrah saja dengan bagasiku yang terkapar di kuala lumpur. Gimana tidak putus asa, lha wong katanya mau diantar dalam dua hari lagi. Eh ternyata tidak diantar-antar. “Jika hilang ya sudah, anggap saja cobaan”. Begitulah pikiranku yang berada diambang kegalauan.
Maka, ketika mengantar Pinto ke Bandara, aku sekalian membawa surat pengurusan bagasi yang nyangkut entah di mana waktu itu. “Kalau ada waktu dan bisa diurus, ya tidak ada salahnya mencoba untuk mengurus.” Nah, ketika Pinto sudah masuk Boarding Pass, aku pergi ke tempat pengurusan bagasi. Waktu itu aku haus sekali. Maklumlah musim panas. Nah, ternyata aku harus antri di antara mereka yang kehilangan bagasi. Tahu nggak? Antrenya saja satu jam. Waduh capek banget. Nah, ketika giliranku untuk komplain, petugas bandaranya hanya mengatakan bahwa bagasinya sudah dikirim dari kuala lumpur. Lalu aku disuruh untuk mengecek di gudang penyimpanan bagasi. Alamak…banyak banget bagasi yang terdampar di situ. Aku cek satu-satu…ternyata tidak ada. Waduh…aku sudah mulai putus asa lagi. Akhirnya setelah menjelajahi gudang penyimpanan itu selama 1 jam, aku istirahat sebentar di samping tumpukan bagasi yang kelihatan baru dikeluarkan dari pesawat. Nah, dengan putus asa, aku coba lihat-lihat tumpukan bagasi itu. DAN TERNYATA, BAGASIKU ADA DI DALAM TUMPUKAN ITU. DI BAGIAN BAWAH LAGI. ADUH SENANGNYA HATIKU. BAGASI YANG SELAMA INI MEMBUAT AKU TIDAK BISA TIDUR, SEKARANG TIBA-TIBA MUNCUL DI SAAT AKU SUDAH PUTUS ASA MENCARINYA.
Aku langsung mengambil bagasi itu dan pulang naik taksi dengan ongkos 40 euro. Dalam perjalanan pulang, aku sempat berpikir bagaimana jadinya dengan bagasiku kalau aku tidak proaktif untuk datang ke bandara. Mungkin, bagasiku sudah menumpuk di gudang dan tidak pernah diurus. Oh ya…di gudang penyimpanan bagasi di Bandara Internasional Roma tuh, ada bagasi yang dipenuhi dengan sarang laba-laba loh. Wah…seandainya itu adalah bagasiku, bagaimana ya?hehehe.
O ya, aku memang disuruh doa oleh suster orang Indonesia yang bekerja di sini agar bagasiku cepat kembali. Tetapi sekarang aku sadar bahwa tanpa usaha dan inisiatif sendiri, doa pun akhirnya tidak memberikan hasil yang memuaskan. Coba kalau aku hanya berdoa saja dan tidak pernah pergi ke bandara. Mungkin, bagasiku sudah membusuk di gudang. Vitamin pemberian maminya Stefi mungkin juga sudah kadaluwarsa. Jadi, doa dan usaha sama-sama penting. Anyway, aku tetap berterimakasih sama TUHAN, sebab tanpa Dia mungkin aku tidak menemukan bagasiku. Terimakasih juga pada mereka yang mendoakanku agar dapat bertemu dengan bagasiku.hahaha. Tapi, yang penting ini ya : BANGUNLAH KEYAKINAN, MAKA YANG DIYAKINI ITU AKAN TERJADI. ITULAH KEKUATAN DALAM HIDUP INI. TANPA KEYAKINAN, TIDAK AKAN ADA MUKJIZAT. Memang, selama tiga hari sebelumnya, aku mencoba membangkitkan keyakinanku bahwa bagasiku masih ada dan akan kembali. Aku juga check di komputer apakah masih ada atau tidak. Membangkitkan keyakinan memang perlu. Tanpa itu, tidak mungkin ada keberhasilan. Ini pelajaran bagiku bahwa untuk mencapai hasil yang kelihatan tidak mungkin, harus ada doa, keyakinan, dan usaha. Mungkin ini pelajaran pertama yang dibuat Tuhan untukku di Kota Abadi Roma.
Malamnya, sebagai tanda sukacita, aku menghabiskan rokok yang ditinggalkan Pinto. Padahal aku sudah tidak mau merokok lagi. Hehehe. O ya, gara-gara kehilangan bagasi, sekarang aku lebih mengenal bandara Internasional Italia, Fiumicino di Roma daripada bandara Internasional Soekarno-Hatta di Cengkareng. Maklum, 3 jam bolak-balik di bandara hanya untuk mencari bagasi. Hehehe.

TO BE Continued.

Friday, June 15, 2007

Dreams

Dreams.
Sunday (the day for SUN), Juni 10th 2007, at 15:53

Coronauna said to me so that I always direct my self towards my dream. Making dreams come true is the best way which everyone does it. When coronauna said about dream some day ago in SMS, immediately I remember the novel “Alchemis”, written by Paulo Coelho. He is my favourite author. I read the book “50 Self Help Classic”. In that book, the author comments upon the novel “Alchemist”. I shall quote it : “Santiago’s (protagonist in the Novel) dillema is the conflict between romantic love and private dream. We often see that a loving relationship is considered as the meaning of life. The obsession toward the romantic relationship, however, can separate us from a life more connected to the world. But, our heart also has some need, doesn’t it? Live in the midst of your dreams.

“There are no heart which will suffer in pursuing the dream,
because the time to pursue the dreams is the time to encounter with God and eternity”

Indeed, the romantic love is important, but that’s not your duty – your duty is pursuing the dream. If you devote to your dream, your soul will express the knowledge which can destroy the loneliness and give power for us”

Thanks coronauna because you have raised my courage for struggle to manifest the dream. I hope that my coronauna also run and reach her dreams.

L’amica altra e belissima,
Domenica, 10 giugno 2007, le sedici e mezza.

Forse, è ultimo tempo che incontro con la mia amica, Theresia Rita. Oggi, compro lei “Mie Ayam.” Sembra che è semplice. Communque, a me è significativo e ha fato felice. Questo è opportunita per sedere con la. In quello momento, spesso tocco la. Quando tocco la, il mio cuore sentisce felice. Francamente, amo la. Da molto tempo fa, davvero amo la. Ma, sono conscio che sono frai francescano. Percio, provo a amare la come la mia sorella. Forse, se non sono religioso francescano, poso chiedere a sposare con me. Hehehe. È la immaginazione matto.

Tuesday, June 12, 2007

WISDOM FOR LIFE

I shall dedicate these quotations for my friends who inspire and support me in their way in my pilgrimage of life in this word.

They are firstly, Natashia Angelina who teachs me how to be ambitious in pursuing the dream though until now, I never meet her again. I miss you Natashia, hehehe; Carrina Zennia and Stefani Eka.

(Untuk Zennia dan Stefi, kalau kebetulan sedang membaca bagian di atas ini, jangan tersenyum-senyum ya. Hehehe)


Kita tidak menarik apa yang kita inginkan, tetapi menarik hal-hal yang berkenaan dengan siapakah diri kita. Hanya dengan mengubah pikiranmu, maka engkau bisa mengubah kehidupanmu.


MARCUS AURELIUS (kaisar dan filsuf Romawi)

“Jangan mencintai apa pun kecuali yang datang padamu, yang ditenun dalam takdirmu. Karena adakah hal lain yang bisa memenuhi kebutuhanmu dengan lebih tepat?”

Recipe from Marcus Aurelius when you are in the bottom of life:

Jadilah seperti tanjung yang diempas dan diempas ombak; ia berdiri kokoh, sampai gemuruh riak-riak sekali lagi surut beristirahat.

Betapa tidak beruntungnya aku, karena hal ini telah menimpaku!
Sama sekali bukan; lebih baik kukatakan,
Betapa beruntungnya aku karena ia tidak meninggalkan kepahitan; tidak tergoncang oleh keadaan sekarang, dan tidak gentar menghadapi masa depan.

Jangan terjebak dengan hal-hal remeh dan kepicikan; hargailah hidupmu dalam konteks yang lebih besar.

BOETHIUS : The Consolation of Philosophy

Tuhan dapat melihat sekarang kejadian-kejadian di masa datang yang timbul akibat pilihan bebas. Tuhan mengetahui apa yang akan terjadi bila engkau mengambil sebuah pilihan tertentu, tetapi ia tidak ikut campur saat pilihan itu dibuat, kecuali bila dimintai petunjuk.

Those who are close to God, will live in accordance with Him, and therefore they depend on Him; They who depend on themselves will be clung to their fate and – once more, instead of it – couldn’t control their fate. Those who aware and know the silence will understand thought of God, but those who know nothing, except noisy can only see the harshness of Fate.


ALAIN DE BOTTON

· Taruhlah harapan yang sederhana terhadap sahabat-sahabat Anda.
· Tidak bergantung pada orang lain untuk meraih kebahagiaan Anda.
· Genggamlah erat-erat hasrat dan cinta Anda dan hiduplah dengannya.


CINTAILAH APA YANG ANDA KERJAKAN DAN LIHATLAH KEHIDUPAN ANDA SEBAGAI SEBUAH PERJALANAN YANG MENYENANGKAN

Some Recipes for Life
Bangun lebih pagi
Singkirkan pikiran bahwa orang yang ramah dan rileks tidak bisa mengejar prestasi
Jangan memotong atau menyelesaikan perkataan orang lain
Belajarlah hidup untuk saat ini
Biarkan diri Anda merasa bosan
Bayangkan diri Anda menghadiri pemakaman Anda sendiri
Tegaskan kembali sebuah tujuan yang berarti
Terbuka pada “apa yang ada”
Sambil bergurau, menyetujui kritik yang dilontarkan pada Anda (dan biarkan kritik itu berlalu)
Berterimakasihlah manakala perasaan Anda sedang baik, bersikap tenang manakala perasaan Anda sedang kacau.
Nikmati di mana pun Anda berada.
Berilah istirahat sejenak pada diri Anda.


STEPHEN COVEY

“Taburlah pikiran, maka engkau akan menuai tindakan;
Taburlah tindakan, maka engkau akan menuai kebiasaan;
Taburlah kebiasaan, maka engkau akan menuai karakter;
Taburlah karakter, maka engkau akan menuai takdir.”

7th Habits:

Bersikap proaktif
Merujuk ke tujuan akhir
Dahulukan yang utama
Carilah solusi menang/menang atau win-win solution
Cobalah memahami, maka Anda akan dimengerti
Mengasah diri.

MELAKUKAN APA YANG ENGKAU CINTAI BUKANLAH SESUATU YANG TIDAK BERGUNA, MELAINKAN JALAN UNTUK MENDAPATKAN ARTI YANG LEBIH BESAR, KEBAHAGIAAN, DAN DIRI DENGAN KOMPLEKSITAS YANG LEBIH TINGGI.


BUDHISME

Delapan jalan menuju Nirvana
Persepsi yang tepat
Pikiran yang tepat
Perkataan yang tepat
Tindakan yang sesuai
Mencari nafkah dengan cara yang baik
Usaha yang tepat
Penuh pemikiran
Meditasi


MONTAIGNE
“Karya hebat dan agung manusia adalah menjalani hidup dengan sebuah tujuan.”


WAYNE DYER

Kita bisa juga menciptakan cara pikir penghasil keajaiban dengan cara :
Menahan diri untuk tidak menghakimi/memberi penilaian terhadap orang lain (“Penilaian anda tidak bisa menentukan diri orang lain, tetapi penilaian Anda bisa menentukan siapa Anda”)
Mengembangkan intuisi
Memahami bahwa rencana dapat membentuk realitas hidup Anda
Membiarkan alam memenuhi kebutuhan Anda

BLAISE PASCAL
“Semua penderitaan manusia muncul karena ia tidak mampu duduk sendirian dengan tenang dalam sebuah ruangan”

NIETZCHE
“Manusia yang memiliki sebuah alasan untuk hidup dapat menahan penderitaan apa pun”

BENJAMIN FRANKLIN
“Bila setelah meninggal nanti Anda tidak ingin dilupakan orang, tulislah hal-hal yang penting untuk dibaca, atau lakukan hal-hal yang penting untuk ditulis”

The Art of Virtue according Benjamin Franklin. There are 12 major attitude:
Sederhana
Diam
Teratur
Resolusi
Berhemat
Industri. Jangan buang-buang waktu.
Tulus hati
Adil
Tidak berlebihan
Menjaga kebersihan
Bersikap tenang
Kesucian
Rendah hati (Tirulah Yesus dan Sokrates)

ARISTOTELES
“Setiap orang bisa marah – itu mudah. Tetapi, marah pada orang yang tepat, dalam tingkatan yang tepat, waktu yang tepat, untuk tujuan yang tepat, dan dengan cara yang tepat – itu tidak mudah”

PICASSO
“Saya tidak berkembang; Saya adalah berkembang”
Hidup bukanlah tentang menjadi sesuatu,
melainkan membuat gambaran yang sudah ada menjadi nyata.

HADIRNYA RASA TAKUT MERUPAKAN INDIKASI BAHWA ANDA SEDANG TUMBUH DAN MENERIMA TANTANGAN HIDUP.

Rasa takut bukan indikator bahwa Anda telah mencapai batas kemampuan Anda, melainkan lampu hijau untuk terus berjalan; bila Anda tidak merasa takut sama sekali, Anda tidak berkembang. Jangan menyangkal rasa gentar itu, dan tetaplah melangkah – kapal tidak dibuat untuk tetap tertambat di dermaga.

Berpikir positif memang baik, tetapi tidak mencerminkan realitas.

Selalu ada banyak waktu. “Perangkap terbesar yang ada saat Anda menjalani hidup adalah rasa tidak sabar. Rasa tidak sabar hanya menyusahkan diri, menimbulkan stress, rasa tidak puas, dan rasa takut. Seorang harus percaya bahwa apa pun yang ia lakukan, semuanya dilakukan dengan sempurna dan dalam waktu yang tepat.

“Menyelami rasa takut tidak terlalu menakutkan dibandingkan dengan hidup dialasi rasa takut yang datang dari perasaan tak berdaya.”
Mereka yang tidak pernah mengambil risiko, ironisnya hidup dalam ketakutan akan terjadi masalah. Mereka mengutamakan rasa aman lebih dari segalanya, namun efeknya adalah rasa tidak aman yang kronis.
Keputusan untuk memasukkan lebih banyak tantangan ke dalam hidup Anda akan memberi rasa aman karena Anda tahun bahwa Anda mampu mengatasi apa saja”

WILLIAM JAMES
“JENIUS…BERARTI SEDIKIT LEBIH DARI KEMAMPUAN MERASA DENGAN CARA YANG TIDAK BIASA”

LAO TZU
“Mengalirlah di sekitar kesulitan, jangan menentang mereka. Jangan berjuang meraih sukses. Tunggulah saat yang tepat.”

“Tidak peduli berhadapan dengan sahabat atau musuh, kekalahan atau kemenangan, kemasyhuran atau rasa malu, orang yang bijak akan tetap tenang. Itulah yang membuat mereka begitu luar biasa.”

ABRAHAM MASLOW
19 Karakteristik orang-orang yang mengaktualkan dirinya
Persepsi yang jelas tentang realitas (termasuk kemampuan mendeteksi kepalsuan dan menilai karakter seseorang dengan baik)
Menerima ( baik diri sendiri maupun segala sesuatu seperti apa adanya)
Spontanitas (inner life yang kaya dan tidak konvensional, serta memiliki kemampuan seperti seorang anak, untuk terus-menerus melihat dunia dari sudut pandang baru dan menghargai keindahan dalam hal-hal biasa)
Keterpusatan pada masalah (menaruh perhatian pada pertanyaan atau tantangan di luar diri mereka – memiliki misi atau tujuan – sehingga menghasilkan ketidakpicikan, introspeksi, dan permainan ego)
Mencari kesunyian (selain menikmatinya, kesunyian juga menghasilkan ketentraman dan tidak terpengaruh oleh ketidakberuntungan/krisis, serta memberikan kebebasan dalam berpikir dan mengambil keputusan).
Otonomi (tidak terikat oleh dukungan orang lain, lebih tertarik pada kepuasan diri daripada status atau penghargaaan).
Pengalaman puncak atau mistis (dialami ketika waktu seolah berhenti)
Rasa kekeluargaan terhadap sesama manusia (cinta sejati terhadap sesama serta berkeinginan membantu mereka)
Rendah hati dan hormat (yakin bahwa kita dapat belajar dari siapa pun, termasuk orang yang paling jahat sekalipun)
Etika
Selera humor yang baik
Kreativitas (bukan jenius sejak lahir, tetapi jenius dalam menyelesaikan, mengucapkan, atau melakukan segala sesuatu)
Resistensi terhadap inkulturasi
Ketidaksempurnaan (segala perasaan bersalah, rasa cemas, menyalahkan diri sendiri, iri, dan lain-lain yang dirasakan orang-orang pada umumnya, yang tidak disebabkan oleh neurosis)
Nilai-nilai (didasari oleh cara pandang yang positif terhadap dunia; alam semesta tidak dilihat sebagai sebuah hutan rimba, melainkan sebuah tempat yang berkelimpahan, menyediakan segala kebutuhan kita agar kita bisa turut berkontribusi)

NORMAN VINCENT PEALE

“Keyakinan atau iman adalah kekuatan yang tidak bisa dikalahkan oleh rasa takut. Hari demi hari, saat Anda mengisi pikiran Anda dengan iman, sudah pasti tidak ada lagi ruang yang tersisa untuk rasa takut. Ini adalah fakta besar yang sebaiknya tidak dilupakan oleh siapa pun. Kuasai iman, maka Anda secara otomatis akan menguasai rasa takut.”

M.SCOTT PECK

Tanpa disiplin ita tidak bisa menyelesaikan apa-apa.
Dengan beberapa disiplin kita bisa menyelesaikan hanya beberapa masalah.
Dengan disiplin total kita bisa menyelesaikan seluruh masalah.

FLORENCE SCOVENLL SHINN

“Sebagian besar orang menganggap hidup sebagai sebuah peperangan, tetapi hidup bukanlah sebuah peperangan, hidup adalah sebuah pertandingan”

‘Seseorang yang mengetahui kekuatan kata-kata akan menjadi sangat berhati-hati dalam percakapannya. Ia hanya perlu melihat reaksi kata-katanya untuk mengetahui bahwa mereka tidak “mengembalikan sampah.” Melalui kata-katanya, manusia terus-menerus menciptakan hukum bagi dirinya sendiri.

Amsal 18:21 “Hidup dan mati dikuasai lidah”

SAMUEL SMILES

“Bukan bakat menonjol yang dibutuhkan orang untuk meraih sukses dalam segala bidang dan tujuan – tidak juga kekuatan, melainkan tekad untuk bekerja dengan penuh semangat dan gigih. Maka energi sebuah tekad akan membentuk kekuatan utama karakter dalam diri seorang manusia – yaitu Manusia itu sendiri.

GEORGE-LOUIS BUFFON
“Jenius berarti kesabaran”

DE MAISTRE
“Mengetahui bagaimana caranya menunggu adalah rahasia besar kesuksesan”

HENRY DAVID THOREAU

“Bila seseorang yakin dengan arah impiannya, dan berusaha keras mewujudkan hidup yang ia bayangkan, ia akan menemukan sebuah kesuksesan yang tak terduga dalam jam-jam yang sama”

“Saya tidak mengenal hal lain yang membesarkan hati kecuali kemampuan yang tak perlu dipertanyakan dari seorang manusia untuk meningkatkan hidupnya dengan sebuah usaha keras”

“Bila seseorang berjalan tidak sama cepat dengan orang lain, mungkin karena orang itu mendengar irama penabuh yang lain. Biarkan ia melangkah sesuai dengan musik yang ia dengar, bagaimanapun irama dan samarnya musik itu”

KEAJAIBAN MULAI TERJADI
KETIKA KITA BERKETETAPAN
UNTUK BERGANTUNG SEPENUHNYA PADA TUHAN
DAN
MEMUTUSKAN UNTUK MENCINTAI DIRI KITA SENDIRI.

Saturday, June 9, 2007

some reflections

Juni 6th, 2007 in Sukabumi

“Sukabumi” (meaning Love the earth). This place is so exciting to me now because I am no longer harrased by activities in parish. Though it’s for temporary time, I enjoy it so much. I feel in my heart peace and tranquil, and of course happy. Sometimes, I need time to be alone. Whe I’m alone, I must face myself and my anxienty. It’s very interesting because I can speak myself directly and clearly. Yup, at that time, I’m not one, but two, that is myself and MY SELF. Myself talk to MY SELF. Can you understand it? If you cann’t, it doesn’t matter. It’s like ridicolous things. Anyway, this matter is important in our life. Frankly, when I talk to MYSELF, I feel divinity. Lord comes to me. It’s the situation which I long for forever. Indeed, I didn’t hear the voice of my LORD, I didn’t see what face of God is like, I didn’t touch His skin, etc. But, I can realize His Presence. Evidence of His Presence is Peace.”

Second utterance of my heart,
I think it’s not a easy matter to describe what I feel now. Feeling peaceful and anxious comes together. Sometimes, they are mixture things. I’m anxious about my future. When my mind imagine what I shall to be in the future, there is doubt in my heart. Is it really what I desire to be? It’s my question in my lifetime. Because, I realize that the future is sometimes uncertain. I believe that my destiny is in my hand. But I also aware that my life is determined by the Will of God. So, I think the best way to resolve this problem is to surrender in the hands of God while gradually I change my self better day by day. CHANGE Brother and REACH your dreams.

LIVE TO FIGHT ANOTHER DAY

The other story, Yen-Yen, Chinese Restaurant, June 8th 2007

Never in my lifetime, I’m invited by a family for dinner. But, it’s broken on June 8th 2007. Ibu Christin and Pak Arif, and the lovely daughter, Stefani (I like call her in latin corona una), invited me for dinner. What’s surprise! I think it’s like a farewell dinner, but not last supper like Jesus was done with his disciples. The dinner was very impressed and exciting. Why? Because I see the happines of a family. Seeing the happines of others, especialy someone that is closed to me, make me happy too. Mmm…I shall not talk about this experience too much. I’m sure that my corona una read it. As Mary that “kept all these things in her heart” (luk 5:21), I shall behave like Mary that “kept all my feeling in my heart.
THE LAST BUT NOT LEAST, MY CORONA UNA, THANKS FOR YOUR ADVICE AND SUPPORT WHEN I NEED SOMEONE WHO SUPPORT ME TO CATCH MY DREAM. THERE’S A PROPER TIME THAT I WILL TELL YOU, CORONA, WHAT MY DREAM IS LIKE. BUT, NOT NOW.